Bagi para penikmat alam dan penyuka tantangan pendakian gunung, silahkan
kunjungi Gunung Ciremai. Merupakan Gunung tinggi dengan ketinggian 3087
mdpl. Ketinggian Ciremai benar - benar di hitung dari permukaan laut
karena Ciremai berada di dekat laut dan menuju ke kaki gunung kita sama
sekali tak ada bonus selayaknya gunung di jawa yang lain.
Misalnya ke Merapi kita sudah memotong ketinggian sangat banyak dengan
menumpang kendaraan sampai Basecamp yang letaknya hampir berada di
tengah gunung. Jika Ciremai posisi Basecamp benar - benar di kaki
gunung yang untuk menuju pos 1 kita harus melalui jalan mendatar yang lumayan jauh.Berikut jalur - jalur menuju
Ciremai yang melegenda. Disertai dengan misterinya.
JALUR LINGGAJATI.
Desa
Linggajati 14 km dari kota Kuningan atau 24 km dari kota
Cirebon. Dari Jakarta dapat ditempuh menggunakan bus jurusan Kuningan
atau kereta api jurusan Cirebon yang disambung dengan bus atau kendaraan
umum jurusan
Cirebon - Kuningan. Dari pertigaan Linggajati
berjalan kaki sekitar 2,5 km menuju Musium Linggajati tempat bersejarah
dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan
Belanda. Terdapat pula
Taman Linggajati Indah,
Taman seluas 11 hektar ini dilengkapi berbagai sarana rekreasi, antara
lain kolam renang dan sumber mata air Cibulakan, Silinggonom, Balong
Renteng, Rekreasi air dan kolam pancing, Tempat istirahat, Cottage,
Villa, Hutan wisata, bumi perkemahan dll. Pos penjagaan berjarak lebih
kurang 500 m dari Museum Linggajati, kita perlu mendaftarkan diri serta
membayar asuransi per orang Rp.3.000,- . Siapkan bekal Anda terutama air
karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Para pendaki
dapat menggunakan jasa penduduk atau petugas penjaga pos untuk
membimbing perjalanan mereka ke puncak.
Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda - tanda penunjuk
jalan, sehingga pendaki yang baru pertama kalipun tidak akan tersesat.
Selepas dari Pos Pendaftaran dengan melintasi jalanan beraspal pendaki
memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Cibeunar. Cibeunar
merupakan area camp yang cukup kondusif buat bermalam.
Area ini sangat ramai dengan para pendaki yang ingin mengadakan start
pendakian, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak
akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas
Cibeunar lintasan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki
Leuweng Datar. Leuweng Datar terletak di tengah - tengah hutan tropis.
Selepas daerah ini lintasan mulai menanjak dan melewati area yang cukup
datar sebagai camp yakni Sigedang dan Kondang Amis .
Untuk sampai di
Kuburan Kuda diperlukan waktu 2 jam. Kuburan Kuda
merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat
perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat.
Selepas Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat
seperti Ceblokan, Pengalas. Kemudian sudut lintasan mulai membesar
ketika melewati Tanjakan Bin - Bin dan semakin menanjak lagi ketika
melewati
Tanjakan Seruni.
Lintasan ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya.
Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah
memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos
selanjutnya. Selepas
Tanjakan Bapatere lintasan tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga. Waktu yang diperlukan adalah 60 - 90 menit.
Batu Lingga merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar
dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Setelah kawasan ini, lintasan
tetap menanjak. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos
peristirahatan berupa tanah datar yakni Kiara Baton dan
Sangga Buana. Selepas itu pendaki akan memasuki batas vegetasi antara hutan dengan daerah terbuka.
Untuk sampai di Pangasinan membutuhkan waktu selama 2 - 2,5 jam.
Pangasinan merupakan pos terakhir. Dari daerah yang cukup terbuka ini
pendaki dapat menyaksikan bibir puncak yang cukup gagah berdiri di depan
mata. Diperlukan waktu 45 - 60 menit dengan melewati bebatuan cadas dan
medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai
di puncak. Kami bisa memandang melihat kota Cirebon dan laut Jawa, kapal
- kapal besar nampak dikejauhan.
Kearah Timur kami melihat ke Jawa Tengah, tampak
gunung Slamet di Purwokerto dengan puncaknya yang tertutup awan.
Puncak gunung Ciremei memiliki
kawah yang sangat curam dan sangat indah, pendaki yang nekad sering
turun ke kawah untuk membuat tulisan di atas lumpur kawah. Pejiarah
sering datang untuk berdoa dipuncak gunung ini.
Siang itu kabut mulai turun disertai gerimis, kami masih sempat
mengambil foto di puncak. Banyak sekali pendaki yang hanya berkemah di
pertengahan pos dan tidak sanggup meneruskan perjalanan ke puncak,
karena medan yang berat dan susahnya air, dan kembali turun, untuk itu
persiapkan bekal yang berlebih dan bawalah tenda. Karena kemungkinan
besar perjalanan akan tertunda, sehingga harus bermalam.
JALUR PALUTUNGAN.
Palutungan merupakan sebuah kampung terakhir yang berada di lereng
selatan Ciremai dan berada pada ketinggian 1100 mdpl. Dusun kecil ini
masuk dalam pangkuan Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten
Kuningan. Dari Cirebon pendaki dapat menggunakan angkutan umum jenis
colt elf jurusan Cikijing dan turun di pertigaan Cigugur.
Perjalanan ini membutuhkan waktu selama 1 jam. Sepanjang perjalanan menuju
Cigugur,
pendaki akan melewati Kota Kuningan yang berada di ketinggian 466 mdpl.
Setiba di pertigaan Cigugur, perjalanan dilanjutkan menuju Cisantana
dengan menggunakan oplet tua. Perjalanan melalui jalanan yang menanjak
dan berbatu ditempuh selama 1 jam, dengan melewati perkebunan penduduk
yang sangat indah. Setiba di Cisantana, perjalanan dilanjutkan kembali
dengan naik colt terbuka pengangkut sayur menuju Palutungan yang memakan
waktu 20 menit. Setelah mengurus perizinan pendakian, perjalanan dapat
dimulai melalui perkebunan penduduk.
Setelah itu, belok ke kanan memasuki hutan hujan tropis dengan jalur
cenderung landai. Sesekali pendaki harus menyusup melalui semak - semak
tinggi. Untuk sampai di Cigowong membutuhkan waktu 90-120 menit. Pos I
Cigowong terletak di ketinggian 1450 mdpl. Di sini terdapat sumber air
yang mengalir membentuk sebuah sungai. Dari sini pendaki dapat
menyiapkan persediaan air sebanyak mungkin karena tidak akan ditemui
lagi sumber air hingga puncak.
Selepas Cigowong lintasan masih landai selama 90 - 120 menit, sampai di
Paguyangan Badak. Paguyangan Badak merupakan area yang berada di
ketinggian 1800 mdpl. Daerah yang terdapat puing-puing bangunan tua ini
sering digunakan sebagai tempat bermalam survivor yang dievakuasi karena
meninggal di gunung ini. Untuk sampai di
Blok Arban membutuhkan waktu 30 menit, dengan lintasan yang mulai menanjak.
Blok Arban merupakan pos III dengan area yang cukup datar dan teduh.
Lintasan mulai menanjak dan melelahkan selama 90-120 menit sampai di
Tanjakan Asoy. Tanjakan Asoy merupakan pos IV. Tanjakan ini berupa tanah
datar berukuran cukup luas. Selepas daerah ini lintasan semakin
menanjak selama 60 menit sampai di pos berikutnya. Selepas pos V (
pasangrahan ) pendaki mulai memasuki Vegetasi Cantigi dan Edelweiss
sampai di Sang Hyang Ropoh.
Lintasan ini sangat licin jika hujan turun dan diperlukan waktu 30 menit
untuk sampai pada pos berikutnya. Pos VI ( Sang Hyang Ropoh ) terletak
di daerah yang datar dan terbuka. Selepas pos ini lintasan tetap
menanjak dan licin, dengan tanah berwama kuning bekas aliran lava
belerang. Pada sisi kanan lintasan terdapat goa yang biasa digunakan
sebagai tempat berlindung ataupun bermalam.
Di tengah perjalanan ini, tepatnya pada sisi kiri, lintasan akan menyatu dengan jalur barat dari Majalengka. Untuk sampai di
puncak Ciremai
diperlukan waktu 2 jam pendakian. Sesampai di puncak pendaki dapat
menikmati megahnya dua kawah kembar yang berdampingan. Untuk mengitari
kawah ini diperlukan waktu kira-kira 3 jam. Selain itu, pendaki juga
dapat menyaksikan indahnya daerah Majalengka, Cirebon, Laut Jawa, serta
Gunung Slamet yang menjulang gagah di sisi timur. Sungguh Menawan!
Misteri Gunung Ciremei.
Tempat - tempat yang kebetulan menjadi pos tetapi mempunyai nuansa
mistik teramat kuat. Uniknya, tiap - tiap nama pos mempunyai latar
belakang tersendiri serta berbeda antar satu dengan lainnya. Di
antaranya adalah blok kuburan kuda. Di areal ini konon terdapat kuburan
kuda milik tentara jepang. Kuda tersebut , biasa dipergunakan oleh para
kempetai untuk mengontrol para pekerja rodi yang menanam kopi. Dan
kuburan yang terletak di sebelah barat jalur pendakian, sampai sekarang
masih ada dan dikeramatkan oleh penduduk setempat.
Blok bapa tere lain lagi. Konon, dahulu di sini pernah terjadi
pembunuhan terhadap seorang anak yang dilakukan oleh ayah tirinya .
Bermula, sang anak diajak oleh ayah tirinya untuk mendaki gunung
Ceremai. Setibanya di tempai ini , sang ayah langsung menikam anaknya
hingga tewas. Sedangkan blok batu lingga merupakan tempat yang sangat
disakralkan oleh penduduk setempat. Untuk itu, guna menghindari hal hal
yang tak diinginkan maka para
pendaki pun dilarang untuk
menduduki sebuah batu besar atau berbuat yang tak senonoh di tempat ini.
Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada
para pengikutnya.
Di dekat batu lingga terdapat sebuah in
memoriam pendaki. Menurut
kisah pendaki itu tewas karena sesuatu yang aneh di batulingga.
Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang
selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari
mulutnya.
Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus
bernama aki dan nini serentet buntet. Blok sangga buana, yang arti
harfiahnya adalah penyangga bumi. Areal ini berfungsi untuk menahan
aliran lahar bila gunung ceremai meletus. Maksudnya agar
lahar
tidak mengarah ke linggarjati, tetapi ketempat lain. Dan akhirnya adalah
blok pengsungan atau pengasinan tempatnya amat terbuka.
Disini terdapat ladang yang tak pernah layu ,
edelweiss. Dari tempat ini kita dapat memandang lepas keindahan kota
Cirebon serta pemandangan laut Jawa. Bukan hanya itu, disini juga kita bisa puas memandang keindahan matahari terbit .
Jarang orang mengetahui jika tempati ini sejajar dengan puncak
gunung Slamet
yang ada di jawa tengah. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang,
pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena
itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap
langkah kaki para serdadu jepang. Sudah barang tentu, suara itu datang
dari alam halus.
Tanjakan Assoy
Tanjakan assoy adalah tempat yang cukup luas, cocok digunakan untuk
bemalam. Tempatnya luas, cukup untuk mendirikan 4-6 tenda sekaligus.
Ketinggian 2108mdpl.
Tanjakan Assoy-Pasanggrahan
Memakan waktu hampir 1 jam. Perjalanan sangat sangat menguras tenaga
sekali. Jalur terus menanjak tampa ampun, meski cukup jelas dan minim
persimpangan. Pendaki perlu berhati-hati, jalur cukup basah dan akan
menjadi sangat licin bila hujan datang.
Pasanggrahan bisa memuat sekitar 4-5 tanda. Dulu terdapat plang atau
papan nama yang menunjukkan tempat tersebut adalah pasanggrahan, tapi
sekarang telah tumbang. Tanda medan yang tersisa adalah pohon tumbang di
tengah shelter.
Pasanggrahan-Goa Walet
Jalur tanpa toleransi, tidak ada pilihan lain selain jalan menanjak.
Didominasi oleh batuan-batuan besar dan sisa-sisa lava yang membeku.
Perlu kehati-hatian. Vegetasi mulai berubah, tumbuhan mulai jarang.
Terdapat persimpangan di ujung jalur, nila turun ke kanan menuju gua
walet, bila jalan terus ke atas, akan sampai di puncak.
Di Goa Walet terdapat mata air yang bersifat angin-anginan, bila
musim hujan tiba, air cukup melimpah, namun jadi kering saat kemarau.
Merupakan tempat yang ideal untuk ngecamp. Terdapat bentukan gua yang
cukup dalam. Di depan gua ada area yang cukup luas, bisa memuat lebih
dari 8 tenda. perjalanan memakan waktu kurang dari 1 jam. Bila berjalan
sedikit lagi ke atas pendaki akan bertemu satu pertigaan lagi. Merupakan
pertemuan antara jalur maja ( majalengka ) dan Palutungan. Bila ingin
ke Majalengka, ambil jalan turun di sebelah kiri jalur.
Goa Walet-Puncak
Jalur menuju puncak didominasi oleh batu-batuan terjal dengan
tanjakan yang curam. Vegetasi, pepohonan, mulai langka. Batas vegetasi
menjadi jelas. Dari Goa Walet menuju puncak Ciremai dapat ditempuh dalam
waktu setengah jam.
Puncak gunung Ciremai menawarkan pemandangan yang memukau mata.
Kaldera yang luas dengan kawah biru di tengahnya. Bentukan kawah terdiri
dari batuan vulkanis dan sisa-sisa lava yang membeku hasil letusan masa
lalu. Dari puncak Ciremai, bila tidak ada kabut, kita dapat menyaksikan
kemegahan gunung Slamet, Sindoro, dan Sumbing di ufuk timur serta garis
pantai Cirebon yang melengkung cantik.
Terdapat beberapa ruang yang cukup lapang, bisa digunakan untuk
membuka tenda. Namun tidak dianjurkan untuk bermalam di puncak. Angin
cukup kencang dan suhu yang teramat dingin dapat mengakibatkan hal-hal
yang tidak diinginkan terjadi. Di puncak Ciremai terdapat banyak sekali
”in Memoriam ”, untuk mengenang dan menghormati para pendaki yang
meninggal di sana. Ketinggian 3078mdpl.
Sumber :
http://www.belantaraindonesia.org
http://tapala.wordpress.com